Menurut cerita yang hidup di Desa Nggela secara turun temurun, kampung adat ini berasal dari empat orang saudara kandung yang merupakan nenek moyang asli suku Lio atau suku Yunan/Hindia belakang yang hidup nomaden dan suatu hari berlabuh di Wewaria, pantai utara Ende, Flores. Nenek moyang ini terdiri dari tiga orang pemuda bernama Nogo, Tori, Nira, dan seorang perempuan bungsu yang bernama Nggela. Mereka kemudian membangun empat buah rumah pertama di Desa Nggela dan menamainya dengan Sao Rore Api, Sao Labo, Sao Wewa Mesa, Sao Ria, dan Sao Mekko. Masing-masing dari rumah ini memiliki fungsi. Sao Rore Api (rumah kakak tertua Nogo) berfungsi sebagai penyedia api yang digunakan untuk memasak pada seremonial adat misalnya acara Jaka Uwi. Api yang dihasilkan berasal dari dua bilah bambu yang digesek. Konon hanya orang-orang yang merupakan keturunan Nogo saja yang bisa menggesekkan dua bilah bambu tersebut. Rumah kedua Sao Labo adalah rumah milik sang adik Tori, yang merupakan rumah Ata Laki Ine Puu. Rumah ini berfungsi sebagai tempat konsultasi apabila terjadi masalah di seluruh wilayah adat Nggela. Rumah yang berikutnya adalah Sao Wewwa Mesa yang merupakan rumah milik Nira. Rumah ini berfungsi sebagai pelindung kampung kalau-kalau ada musuh yang menyerang Nggela dari wilayah laut. Rumah keempat adalah Sao Ria, inilah rumah milik si bungsu Nggela. Sao Ria adalah rumah pelaksana dan pengurus seremonial adat di Kampung Adat Nggela seperti Tau Nggua, Loka Lolo, dan lainya. Yang terakhir adalah Sao Mekko yang berfungsi sebagai penjaga dan pemelihara kanga. Kanga adalah tempat diadakannya upacara atau seremonial adat.